Sabtu, 22 April 2017

Pangeran Khayalanku (4)

Dubrak!

Bunyi suara benda jatuh kelantai, lalu diiringi suara teriakan sebuah nama.

Rinjaniiiiiiiiiiiiii......

Seorang wanita terduduk lemas dilantai, menahan malu yang lebih terasa daripada tulang ekornya yang terhempas di lantai. Seisi kafe menoleh ke arah sumber teriakan itu. Ada yang langsung tertawa, ada yang sekedar senyum, ada juga yang justru bermuka masam, mencemooh kelakuan anak SMA yang terjebak di tubuh wanita-wanita yang tinggal 2 tahun lagi akan menginjak angka tiga puluh.

"Hahaha" wanita yang tampaknya merasa sangat senang setelah menjahili temannya tadi tertawa begitu lepasnya.

"Jan kalo mau main-main tuh kira-kira dong!" ujar temannya yang duduk di samping Rinjani.

" lo nggak kenapa-kenapa tet?" Rinjani bertanya dengan muka sok polosnya.

"Jidat lo yang nggak kenapa-kenapa!" jawab Rani tapi biasa dipanggil Butet, asli Medan dengan  logat medannya yang tidak hilang ditelan masa dan usia.

Sore yang cerah, secerah hati lima sahabat yang sedang bercengkrama sambil sekali kali diselingi tawa yang untuk kesekian kalinya membuat sebagian mata pengunjung kafe Pojok melihat ke arah mereka. 

Kafe Pojok adalah sebuah kafe yang biasa digunakan oleh banyak kalangan untuk sekedar berbagi cerita, tawa, atau sekedar rehat sejenak dari semua aktivitas sehari-hari mereka. Termasuk Rinjani dan sahabat-sahabatnya. 

Mereka tampak begitu senang, maklum ini kali pertama mereka berkumpul lagi, setelah hampir sebelas tahun semenjak upacara kelulusan SMA, setelah hampir ratusan kali gagal untuk acara ini. Setidaknya satu dua jam mereka flashback masa-masa SMA dengan semua kejahilan, kebaikan dan kenakalan yang pernah dilakukan anak-anak SMA kala itu. 

Hanya saja, Rinjani merasa ada sesuatu yang tak nyaman, ada sesuatu yang janggal dengan keadaan sekarang. Dia merasa seperti berkumpul dengan orang-orang yang tak dia kenal, dia merasa asing. Setidaknya satu dua jam tadi dia merasa bersama sahabat-sahabatnya, tapi selepas itu semua, mereka seolah-olah orang yang baru ia kenal siang tadi. 

Rani memang tidak berubah, tapi itu hanya logat medannya saja, kini dia tampak seperti para warga-warga sosialita kebanyakan, sama seperti halnya Restu, Restu yang dulu adalah sosok paling pendiam diantara kami berlima, tapi apa yang Rinjani lihat sekarang, dia tak kalah hebohnya membicarakan semua barang Branded yang dia punya dengan si butet. Butet dulu partnernya Rinjani dalam hal tomboy, tapi sekarang Restulah yang tampaknya paling serasi dengan Butet. 

Lalu Ririn, dulu dialah si tukang celoteh tanpa henti, tapi entah kenapa, aku justru melihat sosok Restu yang dulu kini terperangkap di tubuh Ririn. Terakhir, Rianti, lihatlah dia sekarang, Rinjani seolah-olah merasa duduk di samping ustazah Oki Setiana Dewi dengan pakaian syar'i yang dia kenakan benar-benar membuatnya tampak berbeda dengan Rianti dahulu kala. Rianti dengan pakaian ala kadarnya serta kerudung ala kadarnya kini dia tampak anggun mempesona dan menenangkan jiwa. 

"Heii" panggil Rinjani, mengejutkan Ririn yang sedang melamun dengan tatapan kosongnya.

"Ahh"

"Lu pendiem banget sih Rin" ujar Rinjani heran.

"What's wrong?"

Ririn hanya tersenyum. Dia benar-benar seperti bukan Ririn yang kami kenal.

"Hellooo, Ririn??" kali ini Rianti yang membangunkannya dari lamunan, padahal baru saja tadi ditegur oleh Rinjani.

" are you okay?" Butet tampaknya ikutan khawatir

"Nothing" jawab Ririn singkat.

Mereka berempat hanya saling pandang.

"Ini bukan Ririn yang kita kenal loh, lu kenapa Rin??" Rinjani masih penasaran.

"Kita masih sahabatan kan, if you have any problem, you can tell with us. Okay?"

" i'm fine, i just ...emm..nothing." Ririn tampak ragu.

Hingga waktu memisahkan kami, Ririn masih diam dan tak sedikitpun lagi membuka bibirnya untuk mengatakan sesuatu.

Kini mereka telah kembali ke rumah masing-masing. Namun Rinjani yakin, setiap dari mereka sepanjang perjalanan pulang pasti penuh dengan tanda tanya. 

Sesampainya di rumah, saat Rinjani tepat akan masuk, pintu di depannya yang mestinya dia yang membukanya tetapi tiba-tiba terbuka dan seseorang keluar dari sana. Orang itu tersenyum ke arah Rinjani, hanya saja Rinjani terlalu sibuk dengan pikirannya tentang sahabatnya. 

Dia tidak menyadari kehadiran orang tersebut. Hingga dia masuk dan terus saja berjalan menuju kamarnya. 

Akhirnya, aku menemukanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar