Kamis, 18 Mei 2017

Andai Aku LULUS ITB

Oleh : Reny







Sekarang adalah waktunya penantian. Menantikan kabar dari kamu. Kamu, iya kamu.

Seperti lagunya Nadya Rafika :

Jantung berdebar debar
Rasanya tak menentu
Hati bergetar getar
Menanti kamu disini

Sekitar dua bulan lalu, aku mempersiapkan semua kebutuhan untuk lulus meminang kamu. 

Aku beranikan diri untuk merantau. Meninggalkan semua yang pasti di kampung halaman, lalu melangkahkan kaki ke sini dengan semua yang tak pasti.

Tak pasti PERTAMA
tak pasti diterima atau tidak

Tak pasti KEDUA
tak pasti uang SPP-nya dari mana

Tak pasti KETIGA
tak pasti beasiswanya lolos atau tidak

Tak pasti KESEKIAN
tak pasti bertahan hidup dari mana, mau dapat uang dari mana, dan lain-lain yang begitu banyak tak pastinya. 

Tapi aku sudah telanjur jatuh cinta padamu sejak sepuluh tahun yang lalu. 
Sejak sepuluh tahun lalu, aku telah mencoba meminangmu sebanyak dua kali.

Kali pertama, aku datang dan kau tolak. 

Aku gagal. 

Aku masih belum sanggup memenuhi apa yang kau inginkan. 

Kali kedua yaitu saat sekarang. 
Aku kembali mencoba meminangmu untuk kedua kalinya. Aku persiapkan semuanya dengan semangat dan pantang menyerah.

Kau adalah mimpiku. Kau telah membayangiku sekian lamanya. Masuk dalam dunia mimpiku juga masuk dalam dunia nyataku. 

Tidak usah kau tanyakan lagi tentang seberapa besar keinginanku untuk memilikimu. Aku telah begitu banyak merelakan tawaran manis semua yang datang padaku demi tetap berusaha ingin memilikimu.

Walaupun nanti, pada akhirnya suratan takdir menentukan jalan cerita yang lain untuk kita. Aku tidak akan pernah menyesal untuk semua ruang, waktu dan hal lainnya yang aku lepaskan selama ini. 

Aku yakin, kita adalah jodoh. Iya, kau adalah jodoh mimpiku.

Dan jika kita benar-benar menjadi jodoh, banyak langkah yang akan aku rangkai bersamamu. 

Banyaaaakkkkkkk. Haha.

Andai aku lulus ITB.
Maka aku akan sangat bahagia.
*serasa lagi ngasih game jika maka ke siswa-siswa. Hehe.

Rabu, 26 April 2017

SMP Negeri 2 Bandung




Oleh : Reny

Malam ini, aku yang ditemani secangkir kopi pahit yang seolah sedang menggambarkan tingkat kepahitan kehidupan yang sedang dijalani. 

Seperti katanya Bang Andrea Hirata dalam novelnya Cinta di Dalam Gelas, “ mereka yang menghirup kopi pahit umumnya bernasib sepahit kopinya. Makin pahit kopinya, makin berlika-liku petualangannya. Hidup mereka penuh intaian mara bahaya.”
Kata-kata ini mengena sekali ke jantung. *Jepp

Dulu, saat aku masih muda (read:kecil) aku tidak begitu suka makanan yang berkaitan dengan rasa pahit. Tapi, seiring semakin besarnya nilai angka pada umurku, aku mulai menyukai rasa yang pahit-pahit. Dari rasa sayuran pare, kembang kates (indonesia:pepaya) sampai kopi pahit, sudah begitu biasa di lidah, rasanya seperti MSG saja bagiku. Bahkan dulu aku yang begitu suka dengan rasa yang manis-manis, kini mulai tak menyukainya lagi. 

Ahhh...apakah mungkin ini tanda bahwa aku sudah terlalu sering makan janji manismu, jadi rasanya aku sudah muak dengan yang manis-manis? 
#lhocurhat.

Yah..sudahlah, mari kita ke inti acara saudara-saudara. Intinya aku ingin sedikit bercerita tentang perjalananku hari ini.

Hari ini adalah hari kedua aku bertugas sebagai observer kece untuk penelitian tesis temanku. Penelitiannya dilakukan di sebuah sekolah ternama di kota Bandung. Bertempat di Jalan Sumatera No. 42, Merdeka, Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat 40117, Indonesia. Alamat ini aku dapatkan dari mbah google, jadi sekalian aja aku copy paste semuanya.

Ada yang tahu setelah aku berikan alamat selengkap itu?

Bagi kalian warga bandung, entah itu yang aseli bandung atau sekedar penduduk imitasi, penduduk yang sedang numpang bertahan hidup di sini (example: ane) akan tahu, itu alamatnya menuju ke sekolah apa.

Sekolah ini, konon katanya banyak daunnya. Ups..salah, maksudnya disinilah tempat pak walikota Bandung, pak Ridwan Kamil atau akrab orang bandung manggilnya Kang Emil menuntut ilmu. (emang ilmu salah apa sih, selalu dituntut terus)

Sekolah ini memiliki prestasi yang sangat bagus, baik setingkat sekolah, provinsi, nasional bahkan internasional. Hal ini dapat agan-agan ketahui saat agan-agan datang ke sekolah ini dan berada di ruang tunggunya. Disana agan-agan akan lihat jejeran foto prestasi-prestasi siswanya, baik secara akademik maupun olahraga yang sudah tembus sampai ke dunia internasional. Wahh.... buat aku sendiri, itu sangat mengagumkan!! 

Maklumlah si penulis ini dekat dengan kata “untung”, untung masih hidup, untung bisa lulus, untuuunnggng bisa ngitung sikit-sikit. Haha.

Yang paling menarik perhatianku adalah lingkungannya. Aku jatuh cinta dengan keasrian lingkungan sekolah ini. Gedung yang masih berdiri kokoh sejak tahun 1913 yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda merupakan bekas sekolah Belanda, yaitu Europeesche Lagere School (sekolah rendah diperuntukkan bagi warga Eropa - setingkat Sekolah Dasar pada masa kini). Sekolah ini dimulai sekitar tahun 1948 dengan nama Indofuropese Vereneging Kubbk School (dah lama banget ya) dan berlokasi di Jalan Kalipah Apo. Kemudian berturut-turut pindah ke Jalan Kasatriaan, Jalan Papandayan, dan Jalan Babatan. Pemindahan terakhir sekolah ini adalah ke lokasi saat ini, yaitu di Jalan Sumatera, dan pada tahun 1950 berubah nama menjadi SMP Negeri 2 Bandung. 

Dah...lah tahu kan, nama sekolahnya. Yup! SMP Negeri 2 Bandung.

Kalau kalian lihat dari jalan, tapi tolong jangan lihatnya di tengah-tengah jalan raya ya, itu berbahaya. #nggaknyambung

Kalian akan lihat begitu cantiknya gedung ini dengan warna cat dinding dominan hijau membuat mata begitu nyaman melihatnya. Pas banget kan, warna hijau adalah warna yang bisa menyehatkan mata kita. Bisa membuat mata rileks dan menenangkan pikiran.

Lingkungannya begitu asri, suasana literasi atau bahasa sederhananya, suasana pelajar pencinta buku terlihat jelas di sini. Banyak spot-spot yang dibuat oleh sekolah untuk memfasilitasi agar anak didiknya semakin mencintai buku. Di kelas, di sepanjang koridor sekolah, di taman, dan tempat lainnya, mereka membuat lingkungannya senyaman mungkin bagi para anak didiknya untuk  membaca segala jenis buku.



Siswa-siswa di sekolah inipun memiliki tingkat keramahan dan sopan santun yang cukup baik kepada guru maupun tamu yang datang ke sekolah ini. Apalagi untuk standar sekolah yang berada di pusat kota. Sekarang sudah sulit kita bisa menemui anak-anak sekolah yang masih menjunjung tinggi kesopanan dan saling menghargai. Tapi, di sekolah ini, aku masih bisa merasakan wujud asli orang Indonesia yang terkenal akan ramah tamahnya. Selain siswanya yang ramah, staf guru, administrasi dan staf keamanan sekolah ini juga sangat ramah. Intinya aku ancungi jempol deh buat seluruh penghuni sekolah ini. Aku banyak belajar dari mereka. Hampir semua yang terdapat pada sekolah ini menjadi pelajaran berharga untukku. Oleh-olehku nanti saat aku kembali ke kampung halaman.


Tulisan ini kubuat, sebagai wujud terima kasihku terhadap sekolah ini. Sekolah ini telah menjadi tempat yang memberi banyak pengetahuan baru untukku.

#literasi #SMPN2Bandung #asri #sopan #kangemil #pakridwankamil #bandung #sekolahfavoritebandung

Sabtu, 22 April 2017

Pangeran Khayalanku (4)

Dubrak!

Bunyi suara benda jatuh kelantai, lalu diiringi suara teriakan sebuah nama.

Rinjaniiiiiiiiiiiiii......

Seorang wanita terduduk lemas dilantai, menahan malu yang lebih terasa daripada tulang ekornya yang terhempas di lantai. Seisi kafe menoleh ke arah sumber teriakan itu. Ada yang langsung tertawa, ada yang sekedar senyum, ada juga yang justru bermuka masam, mencemooh kelakuan anak SMA yang terjebak di tubuh wanita-wanita yang tinggal 2 tahun lagi akan menginjak angka tiga puluh.

"Hahaha" wanita yang tampaknya merasa sangat senang setelah menjahili temannya tadi tertawa begitu lepasnya.

"Jan kalo mau main-main tuh kira-kira dong!" ujar temannya yang duduk di samping Rinjani.

" lo nggak kenapa-kenapa tet?" Rinjani bertanya dengan muka sok polosnya.

"Jidat lo yang nggak kenapa-kenapa!" jawab Rani tapi biasa dipanggil Butet, asli Medan dengan  logat medannya yang tidak hilang ditelan masa dan usia.

Sore yang cerah, secerah hati lima sahabat yang sedang bercengkrama sambil sekali kali diselingi tawa yang untuk kesekian kalinya membuat sebagian mata pengunjung kafe Pojok melihat ke arah mereka. 

Kafe Pojok adalah sebuah kafe yang biasa digunakan oleh banyak kalangan untuk sekedar berbagi cerita, tawa, atau sekedar rehat sejenak dari semua aktivitas sehari-hari mereka. Termasuk Rinjani dan sahabat-sahabatnya. 

Mereka tampak begitu senang, maklum ini kali pertama mereka berkumpul lagi, setelah hampir sebelas tahun semenjak upacara kelulusan SMA, setelah hampir ratusan kali gagal untuk acara ini. Setidaknya satu dua jam mereka flashback masa-masa SMA dengan semua kejahilan, kebaikan dan kenakalan yang pernah dilakukan anak-anak SMA kala itu. 

Hanya saja, Rinjani merasa ada sesuatu yang tak nyaman, ada sesuatu yang janggal dengan keadaan sekarang. Dia merasa seperti berkumpul dengan orang-orang yang tak dia kenal, dia merasa asing. Setidaknya satu dua jam tadi dia merasa bersama sahabat-sahabatnya, tapi selepas itu semua, mereka seolah-olah orang yang baru ia kenal siang tadi. 

Rani memang tidak berubah, tapi itu hanya logat medannya saja, kini dia tampak seperti para warga-warga sosialita kebanyakan, sama seperti halnya Restu, Restu yang dulu adalah sosok paling pendiam diantara kami berlima, tapi apa yang Rinjani lihat sekarang, dia tak kalah hebohnya membicarakan semua barang Branded yang dia punya dengan si butet. Butet dulu partnernya Rinjani dalam hal tomboy, tapi sekarang Restulah yang tampaknya paling serasi dengan Butet. 

Lalu Ririn, dulu dialah si tukang celoteh tanpa henti, tapi entah kenapa, aku justru melihat sosok Restu yang dulu kini terperangkap di tubuh Ririn. Terakhir, Rianti, lihatlah dia sekarang, Rinjani seolah-olah merasa duduk di samping ustazah Oki Setiana Dewi dengan pakaian syar'i yang dia kenakan benar-benar membuatnya tampak berbeda dengan Rianti dahulu kala. Rianti dengan pakaian ala kadarnya serta kerudung ala kadarnya kini dia tampak anggun mempesona dan menenangkan jiwa. 

"Heii" panggil Rinjani, mengejutkan Ririn yang sedang melamun dengan tatapan kosongnya.

"Ahh"

"Lu pendiem banget sih Rin" ujar Rinjani heran.

"What's wrong?"

Ririn hanya tersenyum. Dia benar-benar seperti bukan Ririn yang kami kenal.

"Hellooo, Ririn??" kali ini Rianti yang membangunkannya dari lamunan, padahal baru saja tadi ditegur oleh Rinjani.

" are you okay?" Butet tampaknya ikutan khawatir

"Nothing" jawab Ririn singkat.

Mereka berempat hanya saling pandang.

"Ini bukan Ririn yang kita kenal loh, lu kenapa Rin??" Rinjani masih penasaran.

"Kita masih sahabatan kan, if you have any problem, you can tell with us. Okay?"

" i'm fine, i just ...emm..nothing." Ririn tampak ragu.

Hingga waktu memisahkan kami, Ririn masih diam dan tak sedikitpun lagi membuka bibirnya untuk mengatakan sesuatu.

Kini mereka telah kembali ke rumah masing-masing. Namun Rinjani yakin, setiap dari mereka sepanjang perjalanan pulang pasti penuh dengan tanda tanya. 

Sesampainya di rumah, saat Rinjani tepat akan masuk, pintu di depannya yang mestinya dia yang membukanya tetapi tiba-tiba terbuka dan seseorang keluar dari sana. Orang itu tersenyum ke arah Rinjani, hanya saja Rinjani terlalu sibuk dengan pikirannya tentang sahabatnya. 

Dia tidak menyadari kehadiran orang tersebut. Hingga dia masuk dan terus saja berjalan menuju kamarnya. 

Akhirnya, aku menemukanmu.

Siapa Kisah Cintaku ?



Hari ini sahabatku semasa kuliah, telah berikrar menjadi istri untuk imam sahnya.
ahh...intinya, hari ini dia menikah.

Rasanya baru kemarin kami bercerita panjang lebar tentang sebuah pernikahan yang kelak akan kami alami.

Pada akhirnya dia telah lebih dulu menemukan belahan jiwanya. cielehhh.

Bulan Februari kemarin, sahabat semasa SMA-ku juga menikah. Diingat-ingat, lagi-lagi itu terjadi tak berselang lama dari obrolan panjang kami tentang pernikahan yang bakal kami jalani. Tentang siapa jodoh kami, bagaimana nantinya setelah menikah dan sebagainya.

Pertanyaan siapa jodoh kami, setidaknya itu sudah terjawab untuk mereka berdua. 

Mereka tidak ada yang pacaran. 
Alhamdulillah.

Kedua suami mereka adalah orang-orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Kedua-duanya bertemu lewat suratan Illahi. Suratan takdir mempertemukan kisah cinta mereka.

Ada yang melalui perjodohan antara orangtua.

Ada yang melalui perjodohan teman.

dan Alhamdulillah berakhir dengan romantisnya. Bersanding duduk dipelaminan.

Sedihnya, aku tidak bisa menghadiri kedua-duanya. 

Aku terlewatkan momen bahagia mereka.

Aku terlewatkan momen memeluk mereka dihari bahagianya.

Aku terlewatkan momen melihat senyum termanis mereka dihari sakralnya.

Lalu, bagaimana dengan aku ?
Itu pasti menjadi pertanyaan kalian.

Aku?

Aku dengan keaku akuanku.

Haha..

Akupun tidak pernah tahu.

Jangankan kalian, akupun begitu sangat penasaran ingin tahu, siapa yang bakal menjadi kisah cintaku nantinya.

Perjalanan ini masih begitu panjang. Aku hanya ingin menikmatinya. Meskipun kata orang akan lebih indah bila bersama orang yang kita cintai. 

Bagiku, aku selalu bersama orang yang aku cintai.  Dan aku bahagia dengan segala bentuk kehidupan yang aku jalani.

Pernikahan bukanlah ajang lomba lari. Bukan siapa yang paling cepat menikah lalu itulah pemenangnya. 

Menurutku, siapa yang paling cepat menemukan kebahagiaannya, itulah pemenangnya. 

ahh.. tampak seperti begitu idealis ?

Aku hanya menyakini, aku akan bertemu "kamu" iya "kamu", 
diwaktu yang tepat,
di tempat yang tepat,
dan dengan orang yang tepat.

#pernikahan #wedding #bahagia #cinta #jodoh,

Jumat, 24 Maret 2017

Aku dan Perjuanganku

Pagi yang dingin di sini.
Haha
Aku teringat mimpi-mimpiku yang pernah aku tulis,
"Aku ingin tinggal di kota ini."
Sederhana alasannya kenapa waktu itu aku menuliskan kota ini sebagai kota impianku yang ingin aku tinggali entah dalam beberapa waktu. Hanya karena kota ini dingin dan sejuk.
Yeah... itu mimpi yang aku tulis beberapa tahun silam, saat aku pertama kali menginjakkan kakiku di kota ini.

Dan pada akhirnya, seiring berjalannya waktu, seiring dengan skenario Allah yang penuh misteri, aku akhirnya menyapa kota ini. Tinggal sudah hampir sebulan lamanya di sini. Menikmati suasana pagi yang sejuk plus dingin serta mulai berjuang untuk mimpiku selanjutnya.

Tidak heran kalau orang -orang yang pernah menuliskan mimpi-mimpinya dan mengatakan kalau suatu saat nanti, satu persatu akan terwujud,itu bukanlah sekedar cerita kiasan belaka.

Aku telah benar-benar mengalami semuanya sendiri. Telah beberapa hal yang aku mimpikan, dan entah aku sadari ataupun tidak semuanya perlahan terwujud dan saat aku menyadarinya, satu persatu mimpi yang telah aku tulis di buku mimpiku mulai banyak yang dicoret. Menandakan mereka sudah aku gapai dan aku alami.

Allhamdulilah.

Allah memang tidak pernah mengikari janjiNya,
Jika hambaNya mau berdo'a dan berusaha semuanya akan terkabulkan. Bahkan kadang Allah memberinya dengan hal yang lebih baik beserta bonus-bonus yang tak terduga.

Kini aku sekarang berada di kota yang aku impikan, satu hal yang belum terwujud di kota ini, aku ingin berkuliah di sini, hingga selesai dengan gelar terbaik.

Banyak yang bercerita, jika aku inginkan kampus yang aku tuju, sering-seringlah ke sana, walau hanya sekedar duduk dan menyapa dinding-dinding kampusnya. Kau akan benar-benar bisa berada di sana sesuai impianmu.

Dan sekarang aku disini, dikampus yang aku impikan sejak dulu, yang belum tercapai dan insyaa allah secepatnya terwujud.

Tapi untuk lebih dari semua ini, aku hanya bisa berdo'a, berusaha dan berdo'a. Jikalau kampus ini memang akan memberikan kesempatan untukku mengenyam pendidikan terbaikku di sini, aku yakin itu memang terbaik untukku, jikalaupun tidak, aku yakin itu hal yang allah anggap terbaik untukku. Dan aku tidak pernah sekalipun kecewa dengan semua keputusanNya. Aamiin.

MENIKAH ???

Menikah ?

Wow!
Haha...aku selalu merasa ingin tertawa kalau sudah membahas hal ginian.
Siapa yang tidak ingin menikah ?
Kalau kita lagi berada dalam ruangan dan seseorang bertanya hal tersebut kepada kita, kalian semua boleh menoleh ke arahku.
Lalu tatap mata saya, tatap..tataaaappp. Haha.
Mungkin kalian menebak saya tidak 'normal'kan.
Ahh..itu bisa jadi.
Dan tatapan kalian sekarang sudah berubah menjadi seperti melihat sesuatu yang menjijikan dan mengerikan.
Tapi percayalah, aku punya Tuhan kok.

Hanya saja aku melihat,memandang dan berpendapat bahwa 'menikah' itu suatu kata yang sangat sulit bagiku. Seperti kalian anak IPS yang terasa kepala penuh kupu-kupu saat disajikan soal Fisika atau seperti kalian anak IPA yang lebih memilih tidur daripada hapal menghapal pelajaran.
Kesulitanku terhadap kata 'menikah' bisa jadi hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Ahh..semuanya bisa jadi kan ?

Aku selalu mencoba untuk memandang 'menikah' itu sebagai sesuatu yang sederhana. Tapi pada akhirnya itu semakin membuat kata ini semakin mengerikan.

Selasa, 17 Januari 2017

ANTARA AKU DAN KAMU

Oleh : Reny

Ini tentang antara aku dan kamu.

Tentang pertemuan kita, kebersamaan kita sampai perpisahan kita.

Aku ingin sedikit bercerita kepada dunia tentang kamu. Maybe. Mungkin juga akan sangat panjang lebar. Haha. Kalau kata dosenku dulu, aku tuh semestinya masuk jurusan Sastra Fisika, karena hobinya aku dalam bercerita dan menulis. Sayangnya jurusan itu tidak ada, jadinya aku harus Nyasar kependidikan Fisika ini. Hehe.

Pertemuan kita, yaitu antara aku dan kamu bukanlah kehendaakku, atau kehendakmu, Tapi kehendak-Nya. Kita ditakdirkan untuk bertemu, saling melengkapi dan mengisi catatan tentang kita selama bersama walaupun pada akhirnya kita harus berpisah.

Aku tahu dengan pasti, tidak semua hari-hari yang aku lalui bersamamu adalah hari-hari yang manis, bukanlah semua hari-hariku menjadi hari-hari yang menyenangkan saat kita bersama. Jujur saja, aku kadang menangis dengan sikapmu yang kadang begitu acuh, egois dan keras. Terkadang juga kamu marah tanpa sebab kepadaku atau terkadang marahmu benar-benar sangat menyakitiku. Sebenarnya bisa jadi kamu juga pernah begitu sakit hati dengan sikapku, mungkin saja kamu juga pernah begitu kecewa denganku, hanya saja kamu terlalu keras untuk menitikkan air matamu di hadapanku. Mungkin di belakangku kamu lebih dan lebih banyak lagi menitikkan air matamu karenaku.

Tapi setelah perpisahan kita, aku berani mengatakan dengan sangat lantang kepada dunia, bahwa semua hari dan semua hal tentang kamu dan aku adalah hal yang terindah yang pernah aku miliki.

TERINDAH.

Ya. Aku yakin itu dengan pasti.

Tidak salah kalau pepatah orang yang mengatakan, bahwa kita baru akan merasa sangat kehilangan saat semuanya sudah tidak ada lagi dan sudah tidak kita miliki lagi.

Akupun baru menyadari bahwa senyumanmu adalah senyuman yang paling tulus, menenangkan dan yang termanis yang pernah aku lihat dan aku miliki.
Dan aku telah kehilangan itu semua.

Aku tidak pernah menyesali perpisahan kita. Karena perpisahan ini telah begitu banyak mengajarkanku tentang kehidupan dan arti keikhlasan yang sesungguhnya. Sama seperti saat kita bersama dulu. Banyak hal yang telah kamu perbuat untuk menjadikan aku tegar dan kuat terhadap semua permasalahan hidup. Walau terkadang tetap saja air mata ini jatuh dengan sendirinya saat kusebut namamu. Bahkan saat aku menulis ini, air mata ini tetap tidak bisa berkompromi. Kalau orang lain melihatnya, semoga saja mereka beranggapan aku sedang kelilipan, tapi itu berlaku untuk orang yang berumur 1- 3 tahun alias semua orang tahu bahwa aku sedang menangis.

Satu hal yang sangat aku sayangkan adalah aku belum sempat mengatakan,
aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.

Bahkan mungkin memang aku baru menyadarinya setelah kita berpisah.
Setelah kamu pergi.

Aku baru menyadari betapa besarnya ketulusan cintamu, aku baru menyadari keikhlasanmu memilikiku dan besarnya rasa sayangmu terhadapku.

Semuanya baru kusadari sepenuhnya.

18 Januari adalah angka yang begitu bearti untukku. Sama halnya angka 8 bagimu. 8 Desember adalah pertemuan pertama kita. Dan 18 Januari adalah tanggal perpisahan kita. Semua terkait dengan angka 8, entah kebetulan atau memang sudah begitu, yang pasti aku menyukai angka 8. Angka yang penuh lika-liku namun tak terputus antara titik awal dan titik akhirnya. Sama seperti lagu dangdut :

“Hidup penuh liku-liku, ada suka ada duka, semua insan pasti pernah merasakanyaaaaa....”

Tapi jangan suruh aku nyanyi ya, karena percayalah, aku orangnya suka bernyayi tapi lupa dengan nada. Bahkan sering juga lupa lirik. (keseringan). Haha.

Untuk kamu yang disana,

Aku rindu.



Sekian.

AKU DAN KEINGINAN MELEPAS JILBAB

oleh : Reny


Ini kisahku tentang perjalanan hidayah pakaian yang aku kenakan sekarang. Sebelum lanjut keceritaku, mari sedikit aku definisikan tentang jilbab dan kerudung. Biar nanti tidak ada kesalahpahaman.

Jilbab itu pakaian taqwa muslimah yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan kerudung adalah penutup kepala, bisa berupa selendang, atau bahan sejenisnya. Sifatnya hanya sebagai penutup kepala.


Lanjut keceritaku.

Aku terlahir dari keluarga biasa-biasa saja. Keluarga sederhana dalam arti sesungguhnya. Ayah dan ibuku bukanlah seorang kyai atau ustazah. Masalah agama, merekapun mengetahui sekedarnya saja. Ibuku belajar agama secara mandiri, lewat hobinya membaca dan mendengarkan ceramah dari televisi setiap selesai shalat shubuh. Kalau sekarang beliau masih ada, mungkin beliau salah satu penggemar acara mama dedeh ‘curhat dong mah’ hehe.

Hingga pada akhirnya beliau memutuskan mengenakan jilbab setelah mengetahui bahwa pakaian wajib seorang muslimah saat sudah berumur baligh adalah jilbab atau pakaian taqwa.

Banyak yang mencemo’oh tentang pakaian ibuku, bahkan pernah disebut-sebut sebagai ‘teroris’ oleh orang-orang di daerahku. Maklum kala itu yang menggunakan jilbab hanya segelintir orang di daerahku, bahkan di Indonesia hal itu masih aneh dan tabu.

Ahh..lumayan panjang ya cerita tentang ibuku, nanti kapan-kapan aku ceritakan khusus tentang beliau dan untuk beliau.

Intinya aku hanya ingin menggambarkan kepada kalian, aku sama seperti kalian, bukan berasal  dari keluarga yang luar biasa dan juga sangat biasa dalam pengetahuan agama. Hanya saja bedanya, ada yang mau belajar dan ada yang belum mau belajar.

”Tria pas SMP gek, suruh pakek jilbab be” pesan kakakku pada ibuku.

“iyo, biar pacak berubah pulo kelakuan dio ni, yang galak nyeleneh dewek” jawab ibuku setuju.

Itulah percakapan awal yang telah mengubah duniaku selanjutnya.

Saat itu aku benar-benar tidak tahu apa itu jilbab. Aku hanya tahu, saat aku mulai masuk di hari pertama sebagai siswi SMP, aku mengenakan baju panjang, rok panjang dan kerudung penutup kepala. Pakaian itu sama yang ibu aku kenakan sehari-hari. Jadi aku tidak merasa asing lagi, hanya saja aku memang belum tahu makna sesungguhnya dari jilbab.

Tidak heran, bulan-bulan pertama aku mengenakan jilbab, aku masih seperti yang dulu.

Masih hobi manjat pohon,terutama pohon seri depan rumahku tanpa menggunakan jilbab. Sebuah kegiatan sore hari yang wajib aku lakukan dengan kedua sepupuku. Pohon seri yang jaraknya kurang lebih 2 meter dari jalan raya. Selalu aku naiki tanpa menggunakan kerudung dan tanpa malu. Sifat anak-anak SD –ku masih sangat melekat kala itu. Yah.. padahal saat itu aku sudah resmi menjadi siswi SMP dan sudah beberapa bulan kemarin resmi mengenakan jilbab.

Kebiasaan jelek keduaku adalah sering bolos shalat. Shalatku saat itu masih banyak ‘bolongnya’ daripada ’adanya’.

Kejadian pertama :

“Tria, lah shalat zhuhur belum?” tanya kakakku.

“belum, gek be, aku kekenyangan kak,sakit perut aku.” jawabku ngeles.

“shalatlah, gek dak lagi kekeyangan, ilang raso sakit perutnyo”

Oke aku shalat saat itu, tapi bukan karena Allah, hanya karena diiming-imingi bakalan tidak lagi 
terasa sakit perut akibat kekenyangan.

Kejadian kedua :

“Tria, lah shalat Ashar belum?” tanya kakakku.

“belum, gek be” jawabku sekenanya. Aku masih sibuk ngadu semut semade (semut hitam yang besar, ada dua capit di bagian atas kepalanya, biasa hidup di tanah yang gembur atau berpasir), permainan ini masih hits kala itu di daerahku dan aku sering memainkannya bersama sepupuku. Sama seperti ngadu ayam, bedanya ini semut semade yang kami adu.

Satu jam kemudian.

Tiba-tiba kakakku berdiri di depanku sambil membawa sapu ijuk (sapu yang ganggangnya terbuat dari kayu)

“masih nak maen, apo ganggang sapu ini melayang ?” ujar kakakku diiringi petir dan kilat menyambar-nyambar di belakangnya,lebay. Hehe.

Puk..puk...

Ganggang sapu itu sukses berkenalan dengan kedua betisku, membuatku langsung tunggang langgang menuju kamar mandi sambil dikejar kakakku yang masih mengacungkan ganggang sapunya.

“ampuuunn ...kak, ampuuunnn.”langsung kututup rapat-rapat pintu kamar mandi lalu mengambil wudhu.

Shalat kali ini, karena takut dengan sapu kakakku bukan takut dengan Allah.

Kejadian ketiga :

Hari itu adalah hari besar islam, peringatan maulid nabi Muhammad SAW. Acaranya diadakan di masjid samping sekolahku. Seluruh murid wajib hadir ke dalam masjid, bahkan diancam akan diabsen dan yang tidak datang akan dikenakan sanksi.

Yups, benar yang ada di pikiran kalian, aku tidak hadir alias minggat. Aku dan empat orang temaku berdiam tetap dikelas. Satunya memang noni (non islam) tiganya lagi aku dan dua temanku, kami semua muslimah yang anggun dan rupawan. haha.

“nak ke masjid dak yak?” tanya temanku,

“males ai, lesu bejubel jubel dalam situ, panas,dikelas be peh,” ajak sesatku kepada dua temanku.

Akhirnya kami tidur-tiduran dalam kelas, tiba-tiba ternyata ada guru piket yang patroli keliling kelas, memeriksa kelas satu persatu kali aja ada yang bertingkah tidak datang ke masjid, dan betul adanya. Kamilah contohnya.

Dengan segala cara kami melarikan diri, satu temanku sembunyi di bawah kolong meja guru, satunya lagi mengikuti jejakku melompati jendela kelas yang lumayan tinggi, padahal waktu itu aku pakai gamis (baju panjang terusan, biasa juga di sebut jubah). Tapi karena pada dasarnya aku biasa panjat memanjat pohon, lompat melompati pagar, jadi dengan mudah saja tanpa susah payah aku melompati jendela dengan pakaian gamisku.

Kasihan temanku, dia tertangkap guru piket, saat berusaha melompat, kakinya tinggal sebelah. Sebelah sudah sukses keluar, sebelahnya lagi masih di dalam kelas, hasilnya kaki itulah yang ditarik-tarik oleh guru piket yang lagi patroli. Dari kejauhan aku hanya mendengar suaranya.

“ampun bu, ampun..ya bu dak lagi, ampun.”

Aku sudah melesat secepat kilat mencari persembunyian lain. Haha.

Bagaimana dengan kisah kalian? Itu kisahku tentang shalat bolong-bolongku, tentang aku yang suka lepas jilbab semauku dan tentang ibadahku lainnya yang belum sempurna. Sama kok dengan kalian, aku juga pernah mengalami masa-masa kelam, masa-masa jahiliyah seperti itu.

Tapi apakah aku terus begitu?

Allhamdulilah sedikit demi sedikit berkurang dan sekarangpun masih terus dalam tahap belajar. Jilbab menumbuhkan rasa malu dengan semua masa jahiliyahku itu.

Aku mulai malu kalau shalat banyaklah bolong-bolongnya.

Aku malu kalau keluar rumah tidak pakai jilbab, bahkan walau hanya sejengkal dari pintu keluar rumah.

Aku malu kalau shalat harus kejar-kejaran dulu dengan sapu kakakku. haha.

Proses pertamaku dalam berjilbab telah aku lalui. Yaitu sedikit demi sedikit memperbaiki shalatku dan kebiasaan jelekku.

Lalu apakah sampai disitu saja ujianku dengan pakaian taqwa ini. Tidak. Rentetanya masiiiiihhh panjangggg. Bahkan mungkin ujian kali ini adalah ujian yang dialami oleh hampir semua wanita muslimah yang mengenakan jilbab. Mungkin ini ujian paling berat atau justru paling ringan, tergantung sudut pandang kita masing-masing.

Saat aku menginjak bangku SMA, jilbab bukanlah hal yang asing lagi bagi daerahku, bahkan sudah menjadi tren busana di negaraku. Ibuku juga sudah terlepas dari panggilan ‘teroris’. Jilbab sudah diterima dengan baik di negeri ini. Dan aku sangat bersyukur dengan hal tersebut.

Seiring berjalannya waktu, satu persatu teman-teman perempuanku menemukan hidayah mereka sendiri untuk menggunakan pakaian taqwanya. Terkadang aku begitu iri dengan mereka, mereka mampu menemukan hidayah mereka sendiri, memantapkan hati mereka sendiri dengan hidayah itu untuk berjilbab. Karena memang, aku mendapatkan hidayahku bukan dari hati, tapi dari kewajiban kakak serta ibuku. Namun, aku tetap bersyukur, pada akhirnya aku juga menemukan hidayahku sendiri sepanjang perjalananku bersama pakaian ini. Karena masing-masing dari kita berbeda cara Allah memberikan hidayahNya kepada kita.

Kalau dulu aku tidak diwajibkan pakai jilbab saat SMP, mungkin sampai sekarang belum tentu aku sudah berjilbab. Semua ada hikmahnya.

Setelah masa-masa SMA, aku mulai mengenal dunia idealismenya mahasiswa. Disinilah mungkin puncak proses keduaku dengan pakaian ini.

Banyak dari teman-temanku semasa sekolah dulu, mulai pangkas memangkas, babat membabat pakaian taqwa mereka. Hingga ada yang sampai pangkas habis tak bersisa. Dunia kerja dan dunia kampus yang aku kenal dan mereka kenal memang begitu kuat menggerus jilbab para muslimah. Pergaulan dan budaya serta macam hal lainnya begitu tidak terkendali. Akupun melaluinya dengan sangat berat.

Bahkan dimulai saat aku akan pengambilan foto untuk ujian nasional, baik SMP maupun SMA. Entah darimana aturan yang mengharuskan kalau fotonya harus menampakan telinga atau alasan aneh lainnya. Kalau fotonya tetap pakai jilbab, katanya nanti tidak lulus. Yah... aku tetap berkeras dengan pakaianku. Apapun yang terjadi, aku yakin Allah maha penolong bagi hambaNya yang berjuang demi kebaikan.

Dunia kuliah dan kerja, sudah aku katakan di atas tadi, sangat begitu kuat gravitasinya untuk menyedot habis jilbab-jilbab para muslimah.

Aku belajar dari ibuku. Apapun yang terjadi diluar sana, ingatlah ada hari esok yang lebih kekal dan kita akan berada selamanya di sana. Dunia tidak akan pernah ada habisnya. Dia akan semakin gemerlap dan semakin gemerlap saat syetan sudah turun tangan.

Melepas jilbab bukanlah suatu pilihan, bahkan walaupun dijanjikan segunung harta itu tak ada apa-apanya dengan milik Allah sejagad raya ini.

Aku dan perjalanan bersama pakaian ini bukan tidak pernah dihadapkan pada pilihan untuk melepas jilbabku demi dunia. Tapi masih ada sedikit bagian hatiku yang sangat takut dengan neraka membuatku semakin kuat bertahan dengan pakaian ini. Walau aku juga bukan orang yang selalu baik-baik, bukan orang yang level imannya selalu up, bahkan pernah terjun bebas atau mungkin sangat sering terjun bebas, tapi tetap, hati kecilku ini penakut. Aku tidak seberani mereka, untuk menghadapi dunia tanpa jilbabku. Karena jilbabku benar-benar telah melindungiku dan mengubahku sedikit lebih baik dari kemarin.

Kita berubah bukan untuk menjadi lebih baik dari siapapun tapi berusaha menjadi lebih baik dari kita yang kemarin dan saat ini.



*cerita ini 70% fakta, sisanya sekedar pemanis buatan, penyedap rasa dan penambah selera. Jika ini bermanfaat, ambil hikmahnya, jika tidak, tetap ambil hikmahnya. Maksa. Hehe.

                                                                           
^Semoga bermanfaat^